Perairan Indonesia sangat luas, terdiri dari lautan dan perairan umum (air tawar). Potensi sumber daya perikanan yang dimiliki oleh perairan tersebut, baik untuk kegiatan penangkapan (capture) maupun budi daya (culture) mencapai 65 juta ton per tahun. Dari potensi 65 juta ton tersebut 57,7 juta ton merupakan potensi perikanan budi daya atau akuakultur.
Usaha budi daya menjadi andalan produksi perikanan Indonesia di masa depan, karena produksi perikanan dari hasil tangkapan dibatasi aturan untuk menangkap ikan secara lestari (sustainable). Potensi perikanan laut Indonesia yang dapat ditangkap secara lestari (maximum sustainable yield) adalah 6,4 juta ton yang telah ditangkap sebanyak 4,1 juta ton atau telah mencapai 63 %. Sedangkan potensi perikanan perairan umum mencapai 0,9 juta ton dan telah ditangkap sebanyak 0,5 juta ton atau sekitar 55 %. Karenanya peningkatan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan ekspor tidak bisa lagi dilakukan secara besar-besaran pada usaha penangkapan.
Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang terus meningkat, maka peningkatan produksi mau tidak mau harus dilakukan. Tahun 2015 tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia mencapai 30 kg/orang/tahun. Jika tingkat konsumsi ikan mencapai 40 kg/orang/tahun, maka bila seperempatnya saja penduduk Indonesia merupakan konsumen ikan aktif, berarti dibutuhkan jumlah ikan yang sangat besar. Bila produksi perikanan Indonesia, terutama melalui usaha budi daya tidak dapat ditingkatkan, maka Indonesia menjadi salah satu pasar potensial bagi negara-negara tetangga, karena hasil-hasil perikanan merupakan produk yang diperdagangkan secara bebas.
Budi daya perairan atau akuakultur (aquaculture) di Indonesia telah berkembang cukup lama, bahkan dalam catatan sejarah sejak zaman majapahit. Namun, saat ini teknologi budi daya perairan Indonesia tertinggal jauh dari beberapa negara tetangga di ASEAN, seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina. Fakta ini sangat ironis bahkan memalukan.
Beberapa faktor diidentifikasi sebagai penyebab kurang berkembangnya usaha perikanan budi daya di negeri ini. Salah satunya adalah teknologi budi daya kurang tersosialisasi ke masyarakat pengguna. Hasil-hasil temuan dari lembaga penelitian dan Peguruan Tinggi umumnya hanya menjadi “penghuni” perpustakaan. Para pengguna mengalami kesulitan dalam mengakses temuan-temuan penting yang bisa diterapkan.
Tapi persoalan tersebut tidak hanya dialami oleh pihak-pihak yang dikenal sebagai praktisi (petani ikan, konsultan teknis, penyuluh, fasilitator, dan pengusaha). Para mahasiswa yang belajar ilmu-ilmu perikanan pun mengalami kesulitan yang sama dalam mendapatkan bahan-bahan yang terkait dengan studi mereka, baik buku teks (textbook) maupun buku bacaan (reading book) atau rujukan. Buku-buku yang tersedia umumnya ditulis dalam bahasa asing (terutama bahasa Inggris) dan umumnya menggambarkan atau mengambil contoh-contoh kondisi wilayah subtropis yang berbeda dengan kondisi wilayah Indonesia yang tropis.
Melihat kenyataan itu, penulis mencoba menulis buku Budi Daya Perairan ini. Buku ini mengambil contoh-contoh kasus di Indonesia sehingga memudahkan aplikasi bagi kalangan akademisi (terutama praktik lapangan dan penelitian untuk tugas akhir bagi mahasiswa) dan praktisi di Indonesia. Buku ini ditujukan kepada mahasiswa yang belajar ilmu-ilmu Perikanan dan Biologi, terutama mahasiswa yang memprogramkan mata kuliah Dasar-Dasar Budi daya Perairan, Budi daya Perairan Lanjutan, Hama dan Penyakit Ikan, Pengelolaan Kualitas Air, Breeding dan Reproduksi, Manajemen Hatchery dan Engineering Aquaculture. Namun demikian, buku ini juga dapat digunakan oleh praktisi maupun pembaca umum lainnya.
Buku persembahan penerbit CitraAdityaBakti
#CitraAdityaBakti