登入選單
返回Google圖書搜尋
Mengungkap Hilangnya Jejak Londo Ireng Tentara Asal Afrika di Purworejo
註釋

“Jika melakukan sesuatu yang kurang tepat, orang Jepang membuang semuanya ke lantai. Kau tidak boleh bicara, kau tidak boleh melakukan apa-apa. (…) Orang Jepang berdiri di belakang, jika tidak sigap bekerja. Jari-jarimu akan dipukul.” (Gusta Van der Meul-Beelt dalam Ineke, 2011: 246)

“Tidak ingin menjadi budak, mencari kebebasan dari bosnya, suka berperang, sukarela, hidupnya tidak sia-sia” (Endri Kusruri, 2019)

“Itu sesuai dengan Londo Ireng itu kan biaya murah, pemikirannya primitif kalau sikap bengisnya itu kan termasuk strategi Belanda” (Nuryadin, 2019)

“Kedudukan mereka dianggap setara dengan orang Belanda. Namun, sebagai konsekuensinya identitas budaya mereka menjadi tidak terlalu menonjol di Purworejo dibanding masyarakat asing lain seperti masyarakat Eropa dan Tionghoa” (Lengkong Sanggar Ginaris, 2019)

“Kampung kita mempunyai nilai sejarahnya, itu menjadi kebanggaan tersendiri. Warga senang mempunyai kampung yang terkenal di mana-mana” (Winuningsih, 2019)

“Saya pergi dengan pemuda Hindia Belanda dan Belanda, berdansa dan sebagainya. Tetapi untuk berpacaran—tidak. Kami tidak berkencan dengan orang Indonesia, kami juga tidak ke rumahnya. Mereka memang satu sekolah dengan kami, tetapi kami tidak bergaul di luar sekolah,” (Evelien Cordus-Klink dalam Ineke, 2011: 225)