登入選單
返回Google圖書搜尋
MAHKOTA YANG TERENGGUT
註釋

Sungguh tiada pernah terbayangkan. Bila kedatanganku ke kota ini adalah suatu kesalahan besar. Begitu jauh aku berlayar dari luar pulau menyeberangi lautan demi bertemu Ibu dan kakak kandung tercinta. Namun, bukan bahagia yang didapat melainkan penderitaan panjang yang tak berkesudahan.


Masih teringat jelas dalam ingatan. Siang itu kala ayah menghembuskan napas terakhir dan baru saja dimakamkan telepon dari ibu bergema. Dia dan kakak kandungku mengucap bela sungkawa. Meminta maaf karena tidak bisa turut hadir melayat karena jarak yang memisahkan.


“Aku sendirian di sini, Bu. Istri Ayah sejak dulu tidak pernah menyayangiku. Aku takut, Ibu.” Aku bertutur sedih pada Ibu di telepon. Jilbab hitam yang kupakai saat mengikuti upacara pemakaman Ayah basah oleh air mata yang terus saja membanjiri pipi. 


“Sabar, Nak. Nabila anak yang kuat.” Terdengar suara Ibu dari seberang menguatkan hatiku. Namun, itu justru memperkuat isakan tangisku. “Bila Nabila merasa kesepian datanglah ke rumah ibu. Tinggallah bersama ibu dan Kamila,” lanjutnya kemudian.


Mendengar saran Ibu rasa sesak yang menghimpit dada sedikit terlegakan. Ketakutan akan perangai ibu tiri yang akan semakin jahat padaku setelah Ayah tiada lenyap sudah. Dengan mengangguk-angguk mantap aku mengiyakan permintaan Ibu.