登入
選單
返回
Google圖書搜尋
Masalah Perbatasan dalam Politik Luar Negeri Indonesia
Dr. Siti Mutiah Setiawati, MA.
出版
Jakad Media Publishing
, 2023-10-04
主題
Political Science / Geopolitics
Political Science / International Relations / Diplomacy
Political Science / International Relations / General
ISBN
6234681808
9786234681802
URL
http://books.google.com.hk/books?id=ThTvEAAAQBAJ&hl=&source=gbs_api
EBook
SAMPLE
註釋
Masalah perbatasan telah menjadi masalah bagi Indonesia sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Masalah perbatasan ini juga menjadi bagian dari politik luar negeri karena selalu berhubungan dengan negara lain khususnya negara tetangga. Presiden Soekarno sampai harus menggelar perang untuk memperoleh wilayah Papua (Irian Barat) yang belum menjadi bagian dari wilayah Indonesia karena tidak dibicarakan didalam Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949. Perang Irian di tahun 1962 untuk memasukan wilayah Irian Barat sebagai bagian dari wilayah Republik Indonesia, dilanjutkan dengan peringatan terhadap tetangga Malaysia pada tahun 1963 dalam slogan yang dikenal sebagai "Ganyang Malaysia" agar negri jiran ini tidak menggeser perbatasannya khususnya yang di Kalimantan Utara, atau membangun federasi dengan Serawak, Sabah, Singapura dan Brunei Darusalam. Presiden selanjutnya meneruskan dan menyelesaikan perbatasan yang dihadapi Indonesia dengan penekanan pada diplomasi dan penyerahan permasalahan pada International Court of Justice (ICJ). Presiden Kedua, Presiden Socharto, Indonesia berhasil mendapatkan pengakuan sebagai negara Kepulauan melalui perundingan dengan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) pada tahun 1982. Presiden selanjutnya BJ Habibi, Indonesia kehilangan Timor Timur pada tahun 1998. Presiden Gus Dur merubah nama Irian Jaya menjadi Papua sehingga ada Upaya memisahkan diri, Presiden Megawati menyerahkan sengketa Sipadan dan Ligitan pada ICJ akibatnya, dua Pulau itu jatuh ke tangan Malaysia. Presiden Susilo Bambang Yudoyono berhasil menyelesalkan masalah Aceh dengan MOU Helsinki pada tahun 2005, dan memillh penyelesalan diplomasi soal sengketa Ambalat dengan Malaysia. Terakhir Presiden Jokowi memperlenalkan Maritime Axis atau Poros Maritim Indonesia untuk menjadikan wilayah laut sebagai pusat kegiatan ekonomi, sosial, politik dan pembangunan watak bangsa yang mencintai laut. Program ini pada awalnya sangat berhasil mencegah dan menghukum kapal kapal asing masuk ke wilayah territory Indonesia secara illegal, Akan tetapi pada periode ke-2 pemerintahan Jokowi arah politik luar negeri soal perbatasan berubah ke pembangunan infrastruktur seperti pembanguan Pos Litas Batas Negara (PLBN) di beberapa wilyah seperti Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Utara.