Muhammadiyah dikenal luas sebagai gerakan tajdid (pembaruan). Pada umumnya, pembaruan Persyarikatan sering kali dipahami dalam wujud praktik amaliah, berupa pendidikan, layanan kesehatan, dan lembaga sosial. Sebuah gerakan besar yang tetap memiliki akar gagasan pembaruan Kiai Ahmad Dahlan, Sang Pencerah.
Kini, Muhammadiyah dihadapkan pada realitas Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 (Super Smart Society). Sebuah era yang mensyaratkan kolaborasi efektif semua elemen internal dan eksternal, karena teknologi harus dipersandingkan dengan manusia, agar dunia tidak terjebak pada berbagai krisis berkepanjangan.
Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah dihelat pada 18-20 November 2022, di Surakarta. Sebuah momentum organisasi yang kuasa untuk memilih jalan berkemajuan dan berkeadaban selanjutnya. Bagaimana positioning Muhammadiyah di depan kapitalisme global? Seperti apa relasi Persyarikatan dengan dinamika perpolitikan nasional? Apa yang harus dilakukan untuk membangun perekonomian umat? Pun berbagai isu-isu krusial lain.
Antologi Menjadi Muhammadiyah dimaksudkan untuk ‘menyemarakkan’ Muktamar. Sebutlah itu, sebentuk rasa memiliki dan mencintai Persyarikatan berikut khazanah keilmuannya. Sebab, ribuan kisah Muktamirin sebelum, saat, atau sesudah digelarnya Muktamar tentu dapat menjadi sumber utama Literasi Muhammadiyah. Sebuah terma literasi untuk semakin memantapkan Muhammadiyah sebagai nutrisi peradaban.
Agus Sumiyanto | Umar Jahidin | Nurkhamid Alfi | Wawan Kardiyanto |
Agus Yuliawan | Agus Zaini | Arif Giyanto | Lilik Ratnawati |
Wulan Rahayu | Azaki Khoirudin | Etik Rahmawati