登入選單
返回Google圖書搜尋
註釋

Dengan segala kerendahan hati, kami memberanikan diri memulai sebuah era jurnal di lembaga kami --Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan Provinsi Bali-- melalui sebuah terbitan ilmiah setiap April, Agustus, dan Desember, bernama BALI MEMBANGUN BALI JURNAL BAPPEDA LITBANG. Tentu saja nomor perkenalan ini dalam sejarahnya terdokumentasi sebagai: Volume 1, Nomor 1, April 2018.

Sebagai langkah perdana, ditampilkan lima artikel ditambah sebuah artikel bonus berbentuk beda. Berturut-turut adalah (1) “Kebencanaan dan Persoalan Pengungsi Gunung Agung” (Dewa Made Indra); (2) “Bali Hari Ini: Permasalahan Kepariwisataan dan Solusinya” (AA Gede Yuniartha Putra); (3) “Wisata Desa dan Desa Wisata” (Bagus Sudibya); (4) “Strategi Pemasaran Desa Ubud sebagai Destinasi MICE” (IGPB Sasrawan Mananda, Luh Gede Leli Kusuma Dewi); dan (5) “Layanan Prima menuju ‘Quality Tourism’ Bali” (I Wayan Nurjaya, Solihin, I Nyoman Kanca).

Dilihat lebih dalam, ada yang menarik dari artikel-artikel yang ditampilkan. Secara isi, seluruh tulisan dapat diperas ke dalam tiga hal penting, yaitu politik, ekonomi, dan budaya. Artikel tentang Gunung Agung dari Dewa Made Indra membahas kebijakan politik dan penanganan masyarakat pengungsi. Artikel tentang permasalahan kepariwisataan dari AA Gede Yuniartha Putra lebih banyak terkait dengan aspek politik pemerintah dan ekonomi pariwisata. Artikel tentang desa wisata dari Bagus Sudibya dan strategi pemasaran MICE dari IGPB Sasrawan Mananda dkk lebih ke pokok persoalan ekonomi dan masyarakat. Artikel tentang pariwisata kualitas dari I Wayan Nurjaya dkk agak murni ke permasalahan ekonomi. Artikel yang secara khusus merepresentasikan tentang politik dimuat dalam rubrik Mulat Sarira (Refleksi). Dari sisi penulisnya, ada yang berasal dari lembaga pemerintah, ada pengusaha, serta ada anggota masyarakat, termasuk dari kalangan akademisi (perguruan tinggi), dalam hal ini Universitas Udayana dan Politeknik Negeri Bali.

Penggambaran di atas menunjukkan berlakunya paradigma kepaduan politik-ekonomi-budaya, yang menurut konsepsi Nicanor Perlas dalam Shapping Globalization: Civil Society, Cultural Power and Threefolding (2000) terlembagakan ke dalam negara, swasta, dan masyarakat. Menurut Perlas, ketiga pilar harus hadir dan bekerja sama dalam pencapaian cita-cita pembangunan. Negara memberikan legalitas. Swasta menawarkan modal. Masyarakat menyediakan partisipasi. Inilah threefolding (tiga pilar) tersebut.

Pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan tanpa salah satu pilar, berujung kegagalan. Karenanya semua harus hadir dan bekerja bersama-sama menurut tugas dan fungsinya masing-masing. Dalam cara pandang paradigmatis itu, BMB melalui gagasan perencanaan pembangunan yang baik, senantiasa mengupayakan seluruh entitas dapat berperan secara elegan sebagaimana seharusnya.