Langkahnya semakin mendekat dan aku beringsut menjauh. Seringai dingin yang terukir di bibirnya membuatku ketakutan, apalagi saat kurasakan dia duduk di hadapanku dan menahan pergelangan kakiku dengan tangan kokohnya. Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan, aku menangis dan terisak penuh antisipasi akan dirinya.
"ssshh ... Tenanglah, kembalilah tidur. Aku akan menemanimu, sehingga kau tak perlu takut," katanya merayap mendekat padaku dan membaringkanku secara paksa, kemudian memelukku dengan arogansinya.
"kenapa aku?" tanyaku dengan suara bergetar setengah terisak.
"aku mencintaimu, dan aku harus memilikimu." ujarnya penuh penekanan.
"aku ingin pergi,"ucapku penuh permohonan.
"kau tidak boleh pergi!" Dean membuatku berbaring dan dia segera bergerak menahan tubuhku dengan tindihannya. "kau milikku,"