登入選單
返回Google圖書搜尋
Konflik Agama dan Konstruksi New Media
註釋

New media, bukan saja terminologi yang pelik, tapi juga mengecoh akal sehat. Rambah peran new media yang bisa menyentuh berbagai lapisan masyarakat, amat membantu warga yang butuh informasi terbaru. Namun demikian, karena begitu banyaknya informasi di dalamnya, ternyata berkonsekuensi pada memburamnya makna kebenaran. Terlebih saat sebuah informasi dan institusi media bersanding dengan kepentingan pasar, juga kemasan informasi yang sensional bahkan bombastis. Akibatnya, risalah “apa” dan “dimana” kebenaran dalam new media, menjadi sangat samar.

Sementara itu, mencanggihnya teknologi komunikasi telah membuka jalan lebar bagi informasi dalam new media. Ibarat sebuah persimpangan besar, lalu lalang informasi di dalamnya amat padat. Muatan informasi yang disajikan juga tidak kalah seru dengan sajian informasi media mainstream konvensional. Mulai fenomena bencana, peristiwa politik, dan konflik, banyak yang menjadi berita utama. Salah satu fenomena yang menarik perhatian adalah pemberitaan konflik Cikeusik yang banyak dibicarakan sejumlah kalangan.

Fenomena konflik tersebut menjadi penting dicermati secara komprehensif menimbang peristiwanya telah menjadi materi utama pemberitaan media. Dengan kata lain, peristiwa konflik itu telah menjadi komoditas utama pemberitaan yang dimunculkan secara intensif. Tatkala konflik Cikeusik terjadi, nyaris semua media memberitakannya. Perkaranya adalah bagaimana konstruksi pemberitaan mengenai moral agresor dan korban konfliknya? Adakah ideologi tertentu di baliknya? Lalu bagaimana model pemberitaan yang spesifik dari konflik tersebut? Kemudian implikasi apa dapat yang muncul, mengingat intensifnya berita–berita tentang konflik Cikeusik, terutama ketika disampaikan melalui new media? Buku ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan mendasar tersebut.