Indonesia adalah salah satu negara berkembang dan terus
melakukan akselerasi pembangunan dan pemenuhan kebutuhan
hidup masyarakat. Pembangunan membutuhkan beragam
sumberdaya dan mendayagunakan lingkungan untuk pemenuhan
kebutuhannya. Hal ini didukung oleh potensi yang sangat luar biasa
yang dimiliki Indonesia, berupa kondisi sumber daya alam
(keanekaragaman hayati dan non hayati), kondisi geografis, serta
kondisi demografis yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Sayangnya,
bila melihat fakta kekinian, pembangunan dan kehidupan itu memberi
dampak berupa pencemaran (air, udara, dan tanah), perubahan
kondisi hutan dan topografi, serta dampak lainnya.
Ada bermacam-macam bahan pencemar. Ada yang berasal dari
sumber-sumber alami dan ada yang berasal bahan sintetik. Ada yang
bersifat yang mudah dirombak (biodegradable) dan ada yang sangat
sulit bahkan tidak bisa dirombak (rekalsitran/nonbiodegradable). Ada
juga yang bersifat racun bagi jasad hidup dengan bahan aktif tidak
rusak dalam waktu lama (persisten). Banyak usaha telah dilakukan
untuk mengatasi berbagai bahan pencemar perairan tersebut, mulai
dari cara fisika, kimia, dan biologi. Namun cara biologi merupakan
cara yang paling tepat, bila dilihat dari keuntungan atau kelebihannya.
Dengan demikian, komponen biologi juga dapat berperan sebagai
biomonitoring (Winarni, 2016).
Perubahan kondisi lingkungan dalam bentuknya berupa
pencemaran dan degradasi lingkungan umumnya dapat dikaji
menggunakan indikator fisika dan kimia. Dalam perkembangannya,
berbagai pakar lingkungan menawarkan alternatif kajian yang juga
tidak kalah penting, berupa monitoring kondisi lingkungan menggunakan informasi aspek-aspek biologi (biomonitoring).
Biomonitoring adalah kajian pemantauan status lingkungan berbasis
makhluk hidup. Biomonitoring terhadap organisme yang terpapar
racun bersifat dinamis, baik konteks tempat (ruang) maupun waktu.
Hubungan organisme dengan lingkungannya yang terangkai menjadi
sistem biologi tersebut mampu mengintegrasikan variable-variabel
lingkungan dengan kehidupan (respon) organisme dalam waktu
terrtentu dan relatif lebih mudah diukur, sehingga memudahkan
pendugaan dampak pencemaran terhadap organisme.
Penggunakan hewan dan tumbuhan sebagai indikator, kemudian
lebih dikenal dengan istilah bioindikator juga perlu dikuasai oleh
mahasiswa khususnya bagi mereka yang menempuh mata kuliah
ekologi dan pengetahuan lingkungan. Kompetensi terkait bioindikator
sangat penting dimiliki mahasiswa karena mereka nantinya akan
menjadi guru (wajib mentransfer pengetahuan dan keterampilan
mereka kepada siswa-siswanya di sekolah menengah) maupun menjadi
peneliti biologi. Namun, sampai saat ini bahan ajar (buku) terkait
tema tersebut belum banyak ditemui, masih langka, atau bahkan
belum ada. Hal ini minimal sejauh pengalaman mengajar selama ini,
yang tidak pernah menemukan buku dengan judul tersebut. Bila pun
ada, biasanya tema bioindikator hanya dibahas sekilas di sub-sub
bab buku lingkungan.
Buku berjudul Bioindikator: Teori dan Aplikasi dalam Biomonitoring
ini ditulis untuk memperkaya pemahaman dan wawasan mahasiswa,
khususnya mahasiswa S1 Pendidikan Biologi FKIP Universitas
Muhammadiyah Malang. Buku ini difokuskan untuk mendukung
pencapaian kemampuan akhir yang direncanakan dalam mata kuliah
Ekologi khususnya Sub-CPMK L4: Menggunaan struktur dan fungsi
makhluk hidup untuk monitoring kondisi lingkungan dan L14:
Mendesain proposal proyek implementasi metode dan teknik dasar
ekologi untuk mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data
ekologik sebagai upaya memecahkan masalah ekologis/lingkungan
hidup. Buku ini juga memperkaya Sub-CPMK L3: Memahami konsep
habitat, mikrohabitat, dan relung ekologi. Dengan demikian, buku
ini akan melengkapi buku ajar yang selama ini telah digunakan oleh
mahasiswa (yang disusun oleh rekan sejawat lainnya). Namun, tidak
menutup kemungkinan dalam perkembanganya, buku ini dapat
dijadikan buku pengayaan oleh mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, baik mahasiswa pendidikan biologi, biologi, pertanian,
kehutanan, dan ilmu lingkungan. Meskipun sebagian besar
mahasiswa telah memperoleh pembelajaran biologi umum, bisa jadi
konsep dan aplikasi bioindikator merupakan hal baru bagi mereka.