Ilmu an-naḥw merupakan salah satu disiplin ilmu–layaknya ilmu lain–yang pernah mengalami anomali karena berada pada puncak paradigma keilmuan sehingga–meminjam istilah Thomas Kuhn (w. 1996)–mengalami “krisis”. Indikasinya, naḥw yang dihasilkan adalah demi kepentingan bahasa itu sendiri yang terkadang jauh dari realitas bahasa yang digunakan masyarakat tutur Arab. Bahkan, dalam titik kulminasi, naḥw menjadi “momok” menakutkan bagi pembelajar bahasa Arab.3 Padahal tujuan awalnya adalah sebagai alat untuk mempermudah belajar bahasa Arab, khususnya Alquran. Ṡelain itu, disebabkan naḥw klasik, bahasa Arab menjadi kurang responsif terhadap perkembangan bahasa dan ilmu pengetahuan yang sangat dinamis baik ilmu bahasa itu sendiri maupun ilmu-ilmu lain.
Buku ini akan menjawab pertanyaan: (1) Bagaimana epistemologi naḥw yang disusun Ṡyauqī Ḍaif (19102005) dan Tammām Ḥassān (1918-2011)? (2) Bagaimana kontribusi epistemologi keduanya dalam pendidikan bahasa Arab, khususnya konsep pengembangan sintaksis pedagogis bagi pembelajar Indonesia?