Selama ini tampak bahwa kebanyakan praktisi hukum di Indonesia kurang memerhatikan bahwa penyelesaian sengketa di bidang hukum menghendaki suatu apa yang disebut: BRAIN. POWER di bidang hukum Arbitrase yang menghendaki benar-benar penguasaan positif di bidang hukum tersebut dan jangan sekali-kali memanfaatkan kemampuan bidang-bidang/tata cara yang sangat tercela dan negatif. Misalnya, penggunaan tata krama iktikad baik seyogianya didampingi oleh Prinsip-prinsip Kooperatif dan non Konfrontatif.
Dan sekaligus juga menilai pertama sejarah perkembangan penyelesaian secara damai/Arbitrase yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat/kelompok-kelompok di Indonesia yang jumlahnya lebih dari seratus kelompok, mulai dari Nanggroe Aceh Darussalam hingga Papua Barat dan kini telah dipersatukan prinsip-prinsip tersebut dalam Pancasila, falsafah negara kita.