登入選單
返回Google圖書搜尋
Mandor, Model Kepemimpinan Tradisional Jawa Pada Proyek Konstruksi Era Modern
註釋Mandor sebagai pemimpin informal tradisional masih bisa bertahan di era manajemen konstruksi modern. Keberhasilan mandor dalam kepemimpinannya, selain berlandaskan keteladanan dan manajemen yang baik, paradigma struktural fungsional, dan penghargaan terhadap hal transendental, juga sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya (filosofi) Jawa, misalnya kekeluargaan, keharmonisan, berperhatian, keteladanan, kepercayaan, pelayanan, rendah hati, murah hati, mendorong ke arah perbaikan, otoriter, waspada, serta memberikan reward dan punishment. Dengan melakukan hal tersebut, mandor bisa menghadapi pergeseran perilaku pekerja yang cenderung konsumtif dan hedonis yang dapat menurunkan loyalitas dan kinerja serta memunculkan sikap transaksional. Gaya kepemimpinan mandor yang bertahan dalam industri konstruksi modern di Indonesia tidak bisa didefinisikan menurut teori gaya kepemimpinan yang sudah ada. Gaya kepemimpinan mandor merupakan perpaduan dari beberapa gaya kepemimpinan yang didasari oleh ajaran filosofi kepemimpinan Jawa, dan dalam industri konstruksi disebut sebagai gaya kepemimpinan Jawa. Terdapat nilai-nilai budaya yang masih dipertahankan mandor dalam kepemimpinannya, yaitu ngeli (mengikuti arus) dan nepakne awake dewe (merefleksikan pada diri sendiri). Kedua filososi itu bermakna sangat dalam dan memandu mandor dalam melakukan tindakan apa pun. Ngeli adalah sikap mengikuti arus tanpa terbawa arus, sebagai respons dalam menghadapi situasi buruk yang tak mampu dilawan. Dengan ngeli, seseorang tidak akan tenggelam, tidak akan terbawa arus. Nepakne awake dewe adalah rambu-rambu dalam bersikap yang mengedepankan hati dan pikiran sebelum bertindak. Segala sesuatu yang terjadi atau tindakan orang lain direfleksikan pada diri sendiri agar bisa dipahami. Menerapkan filosofi ini membuat orang menjadi lebih sabar, tak mudah terpancing emosinya, dan lebih menghargai sesama.